Beranda | Artikel
Cara Shalat di Pesawat (2)
Selasa, 28 April 2015

Bagaimanakah cara shalat di pesawat, di bis, kapal dan kendaraan lainnya? Berikut kelanjutannya.

3- Dilakukan dengan berdiri jika mampu

Berdiri bagi yang mampu merupakan rukun dalam shalat fardhu. Dalilnya adalah hadits dari ‘Imron bin Hushoin yang punya penyakit bawasir. Ia menanyakan pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai shalatnya. Beliau pun bersabda,

صَلِّ قَائِمًا ، فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَقَاعِدًا ، فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَعَلَى جَنْبٍ

Shalatlah sambil berdiri. Jika tidak mampu, maka sambil duduk. Jika tidak mampu, maka sambil berbaring (ke samping).” (HR. Bukhari no. 1117). Jika ketika shalat di pesawat atau kapal berdiri saat itu tidak mampu, maka shalat sambil duduk sebagai gantinya. (Lihat Kifayatul Akhyar, hal. 144)

Komisi Fatwa Kerajaan Saudi Arabia ditanya, “Bolehkah shalat di pesawat sambil duduk karena malas, padahal sebenarnya mampu melakukan dengan berdiri?”

Jawab para ulama di sana, “Tidak boeh shalat sambil duduk di pesawat, juga di kendaraan lainnya ketika mampu untuk berdiri. Karena Allah Ta’ala berfirman,

وَقُومُوا لِلَّهِ قَانِتِينَ

Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu’” (QS. Al Baqarah: 238).

Dalam hadits dari ‘Imran bin Hushain juga disebutkan, “Shalatlah sambil berdiri. Jika tidak mampu, maka sambil duduk. Jika tidak mampu, maka sambil berbaring (ke samping).” Dikeluarkan oleh Imam Bukhari dalam kitab shahihnya. Kemudian ditambahkan pula, “Jika tidak mampu maka shalatlah sambil terlentang.Wa billahit taufiq. (Fatwa Al Lajnah Ad Daimah no. 12087, pertanyaan no. 7)

4- Menghadap kiblat saat shalat wajib

Menghadap kiblat saat shalat fardhu termasuk syarat shalat. Adapun dalam shalat sunnah di atas kendaraan bisa jadi gugur menghadap kiblat. Namun tetap disunnahkan ketika takbiratul ihram menghadap kiblat sebagaimana dalam hadits Anas bin Malik, ia berkata,

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ إِذَا سَافَرَ فَأَرَادَ أَنْ يَتَطَوَّعَ اسْتَقْبَلَ بِنَاقَتِهِ الْقِبْلَةَ فَكَبَّرَ ثُمَّ صَلَّى حَيْثُ وَجَّهَهُ رِكَابُهُ

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersafar dan ingin melaksanakan shalat sunnah lantas beliau mengarahkan kendaraannya ke arah kiblat. Kemudian beliau bertakbir, lalu beliau shalat sesuai arah kendaraannya.” (HR. Abu Daud no. 1225. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan). Adapun dalam shalat fardhu, menghadap kiblat merupakan syarat.

Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin berkata, “Penumpang pesawat jika ingin mengerjakan shalat sunnah, maka ia shalat ke arah mana pun, tidak wajib baginya menghadap kiblat. Karena ada hadits shahih yang menyebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melaksanakan shalat di atas kendaraannya saat safar dengan menghadap arah mana pun.

Adapun untuk shalat fardhu, wajib menghadap kiblat. Ketika itu juga tetap melakukan ruku’ dan sujud jika memungkinkan. Jika mampu melakukan seperti itu, maka boleh melakukan shalat di pesawat. Namun jika shalat tersebut bisa dijamak dengan shalat sesudahnya, seperti jika masuk waktu Zhuhur dan shalat tersebut bisa dijamak dengan shalat Ashar atau shalat Maghrib dijamak dengan shalat Isya, maka lebih baik dilakukan jamak takhir. Hendaklah penumpang bertanya pada petugas di pesawat mengenai arah kiblat jika memang di dalam pesawat tidak ada petunjuk arah kiblat. Jika tidak mencari arah kiblat lebih dahulu, shalatnya tidak sah.” (Majalah Ad Da’wah no. 1757 hal. 45, dinukil dari Fatwa Al Islam Sual wa Jawab no. 82536)

Dalam Fatwa Al Islam Sual wa Jawab no. 82536, Syaikh Muhammad Shalih Al Munajjid menyebutkan, “Jika tidak mampu berdiri dan tidak mampu menghadap kiblat, maka shalatnya sah. Namun jika mampu untuk berdiri dan menghadap kiblat, namun tidak dilakukan, shalatnya tidaklah sah.”

5- Shalatnya diqashar sebagaimana shalat bagi musafir.

6- Tetap bersuci dengan berwudhu. Jika tidak ada air, baru beralih pada tayamum.

Allah Ta’ala membolehkan tayamum ketika tidak ada air,

فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ مِنْهُ

Lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu.” (QS. Al Maidah: 6)

Penulis Kifayatul Akhyar di halaman 96 menyatakan bahwa kita diperintahkan untuk tayamum ketika tidak ada air. Tidak adanya air adalah setelah mencari. Disyaratkan untuk mencari jika sudah masuk waktu shalat karena waktu tersebut waktu darurat.

Tayamum adalah dengan menggunakan debu atau pasir yang ditemui di pesawat, tidak cukup mengusap pada jok atau tempat duduk pesawat padahal mulus, tidak ada debu.

Ibnu Taimiyah rahimahullah menerangkan, “Sho’id adalah sesuatu yang muncul pada permukaan bumi. Ini umum mencakup apa saja yang berada di permukaan. Hal ini berdasarkan dalil firman Allah Ta’ala,

وَإِنَّا لَجَاعِلُونَ مَا عَلَيْهَا صَعِيدًا جُرُزًا

“Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menjadikan (pula) apa yang di atasnya menjadi sho’id yang rata lagi tandus.” (QS. Al Kahfi: 8)” (Majmu’ah Al Fatawa, 21: 365)

Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa bertayamum dengan tanah tempat beliau shalat, baik itu debu, tanah berair (lembab) atau pasir.” (Mukhtashor Zaadil Ma’ad, hal. 12)

Tata cara tayamum yang shahih dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah:

  1. Menetup telapak tangan ke sho’id (contoh: debu) sekali tepukan.
  2. Meniup kedua tangan tersebut.
  3. Mengusap wajah sekali.
  4. Mengusap punggung telapak tangan sekali.

Dalil pendukung dari tata cara di atas dapat dilihat dalam hadits ‘Ammar bin Yasir berikut ini.

جَاءَ رَجُلٌ إِلَى عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ فَقَالَ إِنِّى أَجْنَبْتُ فَلَمْ أُصِبِ الْمَاءَ . فَقَالَ عَمَّارُ بْنُ يَاسِرٍ لِعُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ أَمَا تَذْكُرُ أَنَّا كُنَّا فِى سَفَرٍ أَنَا وَأَنْتَ فَأَمَّا أَنْتَ فَلَمْ تُصَلِّ ، وَأَمَّا أَنَا فَتَمَعَّكْتُ فَصَلَّيْتُ ، فَذَكَرْتُ لِلنَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – فَقَالَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – « إِنَّمَا كَانَ يَكْفِيكَ هَكَذَا » . فَضَرَبَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – بِكَفَّيْهِ الأَرْضَ ، وَنَفَخَ فِيهِمَا ثُمَّ مَسَحَ بِهِمَا وَجْهَهُ وَكَفَّيْهِ

Ada seseorang mendatangi ‘Umar bin Al Khottob, ia berkata, “Aku junub dan tidak bisa menggunakan air.” ‘Ammar bin Yasir lalu berkata pada ‘Umar bin Khottob mengenai kejadian ia dahulu, “Aku dahulu berada dalam safar. Aku dan engkau sama-sama tidak boleh shalat. Adapun aku kala itu mengguling-gulingkan badanku ke tanah, lalu aku shalat. Aku pun menyebutkan tindakanku tadi pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lantas beliau bersabda, “Cukup bagimu melakukan seperti ini.” Lantas beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mencontohkan dengan menepuk kedua telapak tangannya ke tanah, lalu beliau tiup kedua telapak tersebut, kemudian beliau mengusap wajah dan kedua telapak tangannya. (HR. Bukhari no. 338 dan Muslim no. 368)

Baca artikel: Shalat di Pesawat dan Kapal

Semoga bermanfaat. Hanya Allah yang memberi taufik.

Warak, Girisekar, Panggang, GK, 9 Rajab 1436 H

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com

Ikuti update artikel Rumaysho.Com di Fans Page Mengenal Ajaran Islam Lebih Dekat (sudah 3,6 juta fans), Facebook Muhammad Abduh Tuasikal, Twitter @RumayshoCom, Instagram RumayshoCom

Untuk bertanya pada Ustadz, cukup tulis pertanyaan di kolom komentar. Jika ada kesempatan, beliau akan jawab.


Artikel asli: https://rumaysho.com/10940-cara-shalat-di-pesawat-2.html